Teori Konspirasi, IQ dan Seleksi Jurusan

Thursday, June 20, 2013

http://pe.nul.is
Hasil Test IQ versi Aplikasi Android


Assalamu'alaykum wr wb

   Tetiba malam ini saya ga sengaja "curhat" dengan Uni Rina. Entah darimana bermula. Dan diskusi itu (lebih tepat begitu ketimbang curhat) lebih tertuju kepada saya secara personal.
   
Siang ini saya baru tahu Uni Rina telah mengganti ava WA nya. Berlatar ruangan bersekat, bertabur sesak. Kertas berserakan dimana-dimana. Namun uni masih sempat tersenyum. Maaf jika salah deskripsi, saya ga sempat nge-zoom ava beliau.
   Maka saya bersangka uni Rina adalah seorang wartawan, reporter atau jurnalis dan semacamnya. Saya akan tetap dalam praduga bodoh itu kalo saja beliau tak segera menganulir bahwa dia adalah seorang dosen.
   Yaa baca, DOSEN! Hmm..satu dosen itu isinya 20 kalo ga salah. *lalu dibanting*
Saya ga salah-salah amat toh. Dosen dan wartawan kan sama aja. Sama-sama pernah bokek juga.



* * * * * *
   "Uni ngajar mata kuliah apa?" tanya saya sok ramah

   "Kimia dasar"

  Brrrrrrrr.... Mendadak saya menggigil.
  Kimia oh kimia. Mata pelajaran yang mudah meledakkan ruangan kelas kami. Salah persenyawaan bakal sangat berbahaya. Dan hal yang paling saya ingat dari mata pelajaran itu adalah suatu zat yang bernama METANA. Zat itu saya lupa detailnya, hanya saja dia punya saudara sepersusuan bernama Etana, Petana, Fathanah dll. CMIIW.

"Waktu SMA yan dak pernah berhasil kabur dr remedial pelajaran itu" ujarku mulai dramatis
"Baa sampai remedial? Maleh samo pelajarannyo?''
"Atau gurunyo" sambung uni Rina

"Yaa memang keterbatasan kali" jawabku

  Tetiba saya teringat kata-kata Mbah Prie Gs, orang dibalik novel serial Ipung. Dia bilang, tak semua cabang hidup perlu kita menangkan. Tentu saja pikirku. Secerdas apapun kita, hanya menonjol untuk beberapa cabang ilmu pengetahuan. Jangan heran banyak juga profesor-profesor yang masih menjomblo karena tak mahir membina relasi dan komunikasi yang efektif. Saya lebih suka menyebutnya Kepercayaan Persoanl Jangka Panjang. Hahaha..

  "Namun aneh. Berdasarkan test IQ menjelang penentuan jurusan, yan malah direkomendasikan masuk IPA. Aneh bin benar-benar aneh. Apa parameternya? Ini pasti konspirasi asing!" sambung aku.

"HAH..!!"
Itulah reaksi pertama uni Rina. Dosen penuh integritas ini juga tak kalah herannya.

"Ada yang salah dengan test IQ itu" sambung beliau. Terdengar pedas di kupingku.

* * * * *
   Test semacam test IQ itu sungguh tak berintegritas menurutku. Karena hasil test yang menunjukkan IQ aku berada 1 angka dibawah sang ketua kelas sekaligus ketua osis lantas mudah saja merekomendasikan memilih jurusan IPA, gitu? Dia memang hebat, tersohor, kritis, peneliti ulung dan populer tapi Aku dan Sang Ketua Osis adalah sesuatu yang berbeda! *teriak sambil jumpalitan sampai satu kelas berhamburan*
  
   Aku percaya teori konspirasi. Teori modern yang tak jauh beda dengan hukum aksi-reaksi alias kausalitas itu memang masih hijau di kepalaku. Sepenuhnya ku pahami akan ada orang yang jahat diluar sana yang merencanakan dan merancang sesuatu yang besar guna mencapai keinginannya dengan mengorbanan orang lain. Teori yang rumit seperti test IQ itu.
  Sesuatu yang lebih aku percaya ketimbang sekelumit teori adalah passion. PASSION! Makanya saya lebih memilih masuk IPS ketika seleksi penentuan jurusan saat kelas 2 SMA. Aku menentang otakku. Aku berontak!

   "Bakal jadi apa aku kalo masuk IPA?"tanyaku dalam sunyi
  Aku tak berminat nantinya jadi dokter, ahli farmasi, peneliti sains dan profesi semacamnya. Bayangan orang-orang yang memegang tabung kaca persenyawaan dan jarum suntik berputar-edar di kepalaku. Ahh bahkan aku tak sempat membayangkannya sebelum IPS lebih menarik perhatianku ketika masih SD.

  Maka jadilah aku seorang lulusan akademik juruan ekonomi seperti sekarang. Sebagai lulusan yang termasuk termuda kala itu aku sangat bersyukur. Proposal penelitian aku diterima dan hasil ujian komprehensif (sidang skripsi) aku sangat memuaskan. Alhamdulillah..

  Dan kamu tahu? Virus pemberontakkan terhadap test-test tak berintegritas itu telah aku tularkan kepada orang-orang terdekatku. Adikku korban pertama. Semoga saja dia bisa membedakan passion dengan...test IQ. :)

_______________

No comments:

Post a Comment